tau apa itu Affarint?

Sabtu, 17 November 2012

Dunia mana yang ingin menerimaku?


Harus kemanakah kami pergi?

Pagi yang indah menyelimuti para resident asrama Unires UMY. Alunan lagu persahabatan menghentakan jiwa-jiwa bahagia. Keramaian personal KKI menyuguhkan kemesraan dalam kebersamaan. Tertawa menjadi satu . Menangis tak henti mengadu.
Terdiam di sudut kamar , memikirkan hasil UTS Psikologi Komunikasi dan Aqidah Akhlaq sungguh hal yang tak menarik. Ku cicipi sebungkus biskuat coklat yang di jual oleh mba Hema demi membahagiakan perut para resident. Tak ku dapat kebahagiaan dari sebungkus biskuat itu, aku coba berulang-ulang membahagiakan perut dengan beberapa bungkus biskuat coklat itu namun tak kunjung membuatku senang.  Setelah aku datang ke lorong anak-anak KKI, dan disanalah ku temukan kebahagiaan tanpa menguras uang sedikitpun . Celotehan lucu dari Iik De Rainbrow membuat senyumanku kembali sempurna . Di tambah pula saat melihat Shilla , senyumku melebihi kesempurnaan dari biasanya .
Waktu demi waktu senyuman terhenti seketika . Kegelisahan menaungi Lia yang bosan dengan suasana asrama. Iik, mba Hema, mba Iim dan aku tiba-tiba terhipnotis akan kegelisahan Lia. Sejenak berpikir, kemanakah tempat yang bisa menampung kami . Tawaranpun datang dari seorang gadis cantik nan sholehah yaitu mba Inayah. Dia menawarkan kami untuk main ke rumah orangtua angkatnya dengan memakai ontel. Rasa sedih tiba-tiba menghilang seakan-akan tak pernah ada kesedihan sebelumnya. Sorak ramai gembira membuat kami lupa mengontrol suara, sehingga amarah dari orang-orang sekitar pun menghampiri kami. Pagi yang enaknya di pakai tidur, malah terganggu karena suara kami yang menggelegar. Tapi itu semua tak membuat kami memikirkannya, karena yang terpenting saat itu adalah jalan-jalan naik ontel bersama-sama. Sudah terpikirkan bagaimana kebahagiaan itu mendekati kami.
Kring kring .. Suara hp mba Inayah berbunyi dan inilah detik-detik yang menegangkan, dimana mba Inayah akan minta izin untuk membawa teman-temannya ke rumah angkatnya.
“Assalamu’alaikum bu ….”
“Wa’alaikumslam wr wb ndo…”

Singkat cerita, mba Inayah selesai menerima telepon dari ibu angkatnya. Kembalinya mba inayah, membuat hati ini sakit. Dugaan buruk menghantui pikiranku. Akankah orangtua angkatnya tak ingin mendapat jamuan dari kami? ataukah orangtua angkatnya tak ingin punya tamu seperti kami?. Semua dugaan merasuki otakku. Pertanyaan demi pertanyaan tersirat dalam pikiranku. Hingga pada saatnya mba inayah berbicara sejujurnya dengan waj.
“Ndo, maaf . Gak bisa karena temen-temen anaknya orangtua angkatku nginep juga. Paling cuma 1orang yang bisa ikut . Gimana ndo?”
Clak clak clak, tetesan air mata satu demi satu turun ke lantai yang tersapu bersih. Tak mampu rasanya aku membendung kesedihan ini. Rasa kecewa juga tak hanya aku yang rasa namun terpancar jelas juga  dari wajah Iik, Lia, mba Iim dan mba Hema. Solusi tak berhenti di cari untuk mendapatkan kebahagiaan bersama. Berbagai opsi tempat di kumpulkan dan di musyawarahkan. Salah satu tempat yang ingin di singgahi adalah rumah mba hema . Namun terdapat kendala lagi. Jarak yang jauh tak memungkinkan kami untuk memakai ontel.
“Naek bis aja,murah koq. Cuma 8ribu PP” ujar mba hema dengan ekspresi datar.
“Iya hayu hayu” . Mba Iim sepakat atas tawaran mba hema . Lia pun sama , sepakat memakai bus. Namun lagi-lagi terdapat kekecewaan menghampiriku juga iik. Kami enggan menjadikan bus sebagai tempat peristirahatan sementara sebelum sampai menuju rumah mba hema. Aku dan Iik pun saling menatap dengan muka bingung .
“Ya sudah aku gak jadi pergi ya” . Ujar aku dengan nada kecewa.
“Iya aku juga”. Iikpun menyela.
Kegalauan seakan enggan lepas pada kegelisahan kami. Kasur, lemari, dan meja belajar menjadi saksi buta atas kepedihan hati ini. Selendang yang tersingkap pada leher seakan menjadi soulmate  menemani butiran air mata yang menetes tiap detik menahan kepedihan.
Kemana lagi kami harus pergiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ???????????????????????????????????????????????????? 
Wahai alam nan besar ini, berilah sedikit tempat untuk kami singgahi.
Janganlah kau rela melihat kami terus dalam kegelisahan
Gerakan desir ombak di pantai melambaikan kebahagiaannya untuk kami
Akankah kau izinkan kami untuk bermain bersamanya?
Kerutan wajah ini menjadi bukti atas kekecewaan kami terhadap alam yang menolak kami
Mengurangi rasa hormat ini, Kami sebagai makhluk yang engkau tak pedulikan merasa sangat sangat kecewa atas penolakan yang kau berikan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar